NURUL

Jumat, 12 April 2013

PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TKI

PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TKI
         Banyaknya TKI yang mencari penghidupan di luar negeri rupanya juga menjadikan para TKI tersebut sering mengalami perbuatan hukum, mulai dari yang melakukan pelanggaran hukum, tuduhan pelanggaran hukum,  sampai kepada yang hak-hak hukumnya dilanggar oleh majikannya di luar negeri. Permasalahan hukum yang dihadapi TKI di luar negeri dilatari oleh berbagai macam faktor, namun secara umum faktor itu disebabkan oleh dua latar belakang, yang pertama faktor permasalahan yang dibawa dari dalam negeri (Indonesia), dan yang kedua faktor yang muncul setelah bekerja di luar negeri. Faktor yang pertama bisa berupa dokumen keimigrasian dan syarat-syarat jadi TKI yang tidak dilengkapi sewaktu mau berangkat jadi TKI, dan Faktor yang kedua merupakan permasalahan hukum antara TKI dengan majikannya atau antara TKI dengan penduduk di negara tempat ia bekerja, misalnya penganiayaan oleh majikan, hak-hak TKI yang dilanggar, maupun perbuatan pidana yang dilakukan oleh TKI itu sendiri di negera tempatnya bekerja.
Selama berada di luar negeri, bahkan ketika masih berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri, ada kalanya sebagian dari TKI menghadapi masalah yang merugikan TKI tersebut. Permasalahan TKI yang bersumber di dalam negeri sangatterkait dengan pelaksanaan regulasi, mulai soal rekrutmen TKI di bawah umur, dokumen diri palsu, pendidikan yang rendah dan hal teknis lainnya.
Kekacauan pengiriman TKI merupakan kesalahan banyak pihak, sebagian oknum aparat Pemerintah RI yang mempraktikkan KKN di bidang pengiriman TKI, sebagian oknum PJTKI yang kurang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keselamatan TKI dan lebih mementingkan keuntungan. Di lain pihak, oknum-oknum di Malaysia ada yang melindungi dalam perekrutan TKI ilegal. Alasannya, gaji TKI ilegal lebih murah, mudah ditakut-takuti dan diperas. Bila ada TKI yang tidak tunduk, akan dilaporkan kepada polisi negara setempat.
Berdasarkan analisis penulis dari berbagai berita yang dimuat di media massa, ada dua negara dimana TKI sering mengalami permasalahan hukum yaitu di Saudi Arabia dan di Malaysia. Permasalahan hukum yang dihadapi oleh para TKI tersebut mulai dari permasalahan dokumen keimigrasian (TKI ilegal), hak-hak TKI yang dilanggar oleh majikan sampai kepada tuduhan perbuatan pidana terhadap TKI. Sudah banyak TKI yang dituntut ke sidang pengadilan oleh pihak yang berwajib di negara TKI tersebut bekerja bahkan tidak jarang ada yang sampai dituntut dengan hukuman pancung.
Kesewenang-wenangan dari majikan juga sering dialami oleh para TKI seperti penganiayaan, pemerkosaan bahkan sampai kepada pembunuhan. Aparat negara tempat TKI bekerja juga sering berbuat sewenang-wenang terhadap para TKI, baru-baru ini kita dengar adanya tiga orang TKI yang ditembak mati oleh aparat Kepolisan Diraja Malaysia tanpa ada proses hukum terlebih dahulu ke sidang pengadilan, bahkan ironisnya diduga telah terjadi pengambilan beberapa bahagian organ tubuh dari korban penembakan tersebut. hal-hal seperti inilah sedikit contoh kasus yang dialami oleh para TKI di Luar Negeri.
Pemerintah Negara Indonesia  sebagai penyelenggara pemerintahan sesungguhnya memilki kewajiban untuk melindungi warga negaranya sebagaimana diamanhkan oleh UUD 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan dibawahnya. Berikut ini akan di uraikan bagaimana ketentuan perlindungan hukum dari negara terhadap TKI yang bekerja di luar negeri.


Mengesampingkan berbagai kasus mengenai penganiayaan atas TKI yang sudah terjadi. Di Indonesia telah disusun dalam bentuk undang-undang yang memuat regulasi penempatan TKI. Sudah terdapat ketentuan yang jelas, meskipun fakta dilapangan masih terdapat berbagai pelanggaran. Adapun dilakukannya penempatan TKI keluar negeri merupakan upaya dalam menanggulangi minimnya lapangan kerja di Indonesia. Tujuan dari program tersebut adalah :
  1. Upaya penanggulangan masalah pengangguran.
  2. Melakukan pembinaan, perlindungan dan memberikan berbagai kemudahan kepada TKI dan Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).
  3. Peningkatan kesejahteraan keluarganya melalui gaji yang diterima atau remitansi.
  4. Meningkatkan keterampilan TKI karena mempunyai pengalaman kerja di luar negeri.
  5. Bagi Negara, manfaat yang diterima adalah berupa peningkatan penerimaan devisa, karena para TKI yang bekerja tentu memperoleh imbalan dalam bentuk valuta asing.
Namun dibalik tujuan dan manfaat yang didapatkan penempatan TKI ke luar negeri juga  mempunyai efek negatif. Dengan adanya  kasus kekerasan fisik/psikis yang menimpa TKI  baik sebelum, selama bekerja, maupun pada saat pulang ke daerah asal. Munculnya kepermukaan banyak masalah TKI yang bekerja di luar negeri semakin menambah beban persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. Ketidakadilan dalam perlakuan pengiriman tenaga kerja oleh Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPJTKI), penempatan yang tidak sesuai standar gaji yang rendah karena tidak sesuai kontrak kerja yang disepakati, kekerasan oleh pengguna tenaga kerja, pelecehan seksual, tenaga kerja yang illegal (illegal  worker).
Ada beberapa penyebab terjadinya ketidakamanan yang diderita oleh para TKI, khususnya para Pembantu Rumah Tangga (PRT), yaitu:
  • Tingkat pendidikan TKI di luar negeri untuk sektor PRT yang rendah
Kondisi ini kurang memberikan daya tawar (bargaining position) yang tinggi terhadap majikan di luar negeri yang akan mempekerjakannya. Keterbatasan pengetahuan tersebut meliputi tata kerja dan budaya masyarakat setempat.
Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya tempat TKI bekerja. Sebagai TKI, bukan hanya bermodal skill atau keahlian teknis semata tetapi juga pemahaman terhadap budaya masyarakat tempat mereka bekerja. Karena kualitas tenaga kerja dan pendidikan selalu memiliki keterkaitan. Sinergisme tersebut bagi TKI, khususnya yang bekerja di luar negeri masih kurang. Hal ini terbukti dari hasil survey yang dilakukan oleh  The Political and Economic Risk Consultancy yang memosisikan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12 setelah Vietnam dengan skor 6.56.
  • Perilaku pengguna tenaga kerja yang kurang menghargai dan menghormati hak-hak pekerjanya
Karakter keluarga atau majikan yang keras acapkali menjadi sebab terjadinya kasus kekerasan. Hal ini terjadi karena perbedaan budaya, ritme atau suasana kerja yang ada di negara tempat TKI bekerja. Posisi TKI  yang sangat lemah, tidak memiliki keahlian yang memadai, sehingga mereka hanya bekerja dan dibayar.
  • Regulasi atau peraturan pemerintah yang kurang berpihak pada TKI di luar negeri, khususnya sektor PRT
Hukum yang berlaku di daerah tujuan penenmpatan TKI yang kurang memberikan perlindungan. Hal ini sudah jelas terlihat dengan maraknya kasus penganiayaan yang terjadi terutama pada PRT. Ketika terjadi masalah para TKI harus mengadu dulu pada duta besar negara Indonesia atau ketika sudah disorot oleh media baru ada respon untuk melindungi hak mereka.
Hal yang selama ini dipertanyakan mengenai perjanjian tertulis antara Indonesia dengan negara tujuan karena banyaknya kasus penganiayaan yang masih terjadi. Hal tersebut ternyata telah diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur tentang penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing..
Padahal di dalam pasal 80 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dilaksanakan antara lain:
  • Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;
  • Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Mengenai hak-hak para buruh migran Pasal 8 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap calon TKW/TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:
  1. bekerja di luar negeri;
  2. memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri;
  3. memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
  4. memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya;
  5. memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan;
  6. memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
  7. memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri;
  8. memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;
Untuk lebih memperketat pengawasan pemerintah maka ada beberapa larangan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, yaitu:
  1. Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri. (Penjelasan Pasal 4)
  2. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain. (penjelasan Pasal 19)
  3. Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. (Pasal 30)
  4. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI.  (Pasal 33)
  5. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja. (Pasal 45)
  6. Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan dilarang untuk dipekerjakan. (pasal 46)
  7. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi. (Pasal 50)
  8. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN. (Pasal 64)
  9. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. (Pasal 72)
  10. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. (Penjelasan Pasal 72)
Selain itu ada beberapa ketentuan pidana terhadap pelanggaran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, yaitu:
Pasal 102
(1)   Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang:
  • menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri (Pasal 4)
  • menempatkan TKI tanpa izin (Pasal 12)
  • menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan (Pasal 30)
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 103
(1)     Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:
  • mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI (Pasal 19)
  • mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain (Pasal 33)
  • melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan (Pasal 35)
  • menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja (Pasal 45)
  • menempatkan TKI yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, psikologi (Pasal 50)
  • menempatkan calon TKW/TKI yang tidak memiliki dokumen (Pasal 51)
  • menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi (Pasal 68)
  • memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di penampungan (Pasal 70 ayat (3)
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 104
(1)   Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang:
  • menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha (Pasal 24)
  • menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari Menteri (Pasal 26 ayat (1))
  • mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan, pelatihan (Pasal 46)
  • menempatkan TKI di luar negeri yang tidak memiliki KTKLN (Pasal 64)
  • tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen (Pasal 67)


(2)  Tindak pidana pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Namun dibalik semua regulasi yang ada, meski sudah diberikan sarana hukum tetapi tetapdalam penegakannya tidak berjalan sebagimana mestinya. Sesuai Teori Laurent Friedman, bahwa hukum tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya karena :
  1. Persoalan Substansi, aturan yang belum jelas.
  2. Struktur, aturan sudah baik tetapi penegakannya tidak karena masalah pada aparat hukumnya.
  3. Kultur, budaya dari masyarakat yang tidak sama, tidak hanya dari salah satu pihak.
      Akhir-akhir ini maraknya kasus yang bermunculan yang menimbulkan gejolak hingga ke Istana Negara. Dari segi formal dan persoalan di negara tempat TKI tinggal, adalah tugas hukum kedutaan dan Kementrian Tenaga Kerja Dan Perempuan. Tetapi kenapa tidak terlihat sama sekali pergerakannya dalam mengani masalah ini. Harusnya mereka memberikan advokasi terdahap para TKI. Tidak terekspose sama sekali peran kedutaan dan Kementerian Tenaga Kerja dan Perempuan menangani masalah tersebut. Hinga Pak Presiden usul memberi telepon genggam/seluler atau yang sering disebut Handphone (HP) ke setiap TKI yang berangkat, dengan tujuan agar mereka dapat cepat melapor apabila sesuatu tidak dikehendaki terjadi pada diri mereka. Apakah tidak dipikirkan apabila HP itu disita oleh majikan. Bahkan ada anekdot yang menyatakan “mari kita berdoa agar majikan dari TKI tidak terbawa emosi kemarahan yang mendalam dengan merampas HP itu dan melemparnya kembali ke kepala TKI.” Selain solusi dari orang nomor satu di Indonesia tersebut terdapat solusi-solusi lain, yang diantaranya :
  1. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengatakan bahwa TKI yang akan berangkat harus benar-benar memiliki ketahanan yang baik. Kalau tidak, maka jangan berangkat. (Go Show di RCTI, 20 Nov 2010).
  2. Ketua DPR RI mematok syarat supaya TKI tersebut dibekali Surat-surat Legalitas dan Surat-surat sertifikasi keahlian mereka. (Go Show di RCTI, 20 Nov 2010). Bisa disurvey, berapa jumlah TKI teraniyaya yang lulusan S1.
      Dengan permasalahan yang dihadapi saat ini apakah solusi tersebut bisa menjawabnya. Apabila memang HP tersebut tidak disita dan tetap bisa dipergunakan oleh TKI diluar negeri. Dengan perlindungan hukum dan asuransi sejak berangkat dari Indonesia. Ketika menjalani kontrak kerja yang bertahun-tahun, banyak TKI yang ternyata setelah pulang ke negeri pertiwi ini dengan tangan hampa bahkan sudah tidak bernyawa. Kita benar-benar harus mencari solusi yang lebih efektif, efisien dan tentu relevan dengan kondisi yang ada.
Mengenai solusi untuk memperketat filter atau bahkan lebih ekstrim distop dalam pengurusan buruh migran pada para penerima jasa TKI. Mengingat kondisi lapangan yang tidak mencukup dinegeri ini, bukanalah solusi yang tepat. Berbicara tentang fakta, nilai kemampuan sesorang itu lebih berharga di luar negeri daripada dalam negeri. Daripada memperketat filter, apakah tidak lebih baik apabila lapangan pekerjaan di Indonesia saja yang diperbanyak. Tentu akan mengurangi TKI, dengan kata lain mengurangi korban insan pribumi yang akan dianiaya dan disiksa dinegeri orang. Karena meski manusia takut dan percaya adanya Tuhan, itu tidak menjamin. Faktanya TKI kebanyakan yang mendapat perlakuan kurang baik dari majikannya bekerja notabene di negara dengan hukum agama terkuat. Dengan ketidaksempurnaan dalam “maintains” TKI perlu diperhatikan kasus di Hongkong relatif lebih kecil angka penganiayaan pada TKI. Jawabnya karena di Hongkong ada penerapan aturan yang disiplin atas perbuatan yang menyalahi hukum.
Tetapi tidak pantas dan tidak bijak jika hanya mengkritik pemerintah atas berbagai masalah yang ada. Tentu peran aktif setiap warga negara untuk sama bergandengan tangan menangani masalah akan membuat beban semakin ringan. Banyak hal yang harus dibenahi, karena sebenarnya tidak ada yang bisa disalahkan. Baik para TKI maupun pemerintah, TKI memang menjadi korban tetapi mereka juga tidak mau disiksa apalagi dianiaya. TKI hanya ingin hidup layak dengan mencari sesuap nasi hingga ke negeri orang. Pemerintah juga dalam hal ini sudah berusaha semampunya dan mereka juga tentu tidak kurang berusaha. Usaha yang sudah dilakukan hanya belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Usaha dalam membenahi sebuah sistem perlu dilakukan namun sistem dibuat oleh manusia juga yang hakikatnya demi mendisiplinkan. Bertujuan membuat semua berjalan pada koridornya (on the track). Untuk saat ini fokus kepedulian dan konsentrasi pada penyelewengan sistem belum berimbang. Dibutuhkan seperangkat sarna hukum yang jelas sebagai proteksi pengiriman TKW/TKI. Di situ harus ada tata aturan PJTKI dan tata aturan TKI supaya jelas. Cenderung aturan yang ada sasat ini hanya dibuat oleh PJTKI saja. Dalam mengurus segala dokumen sering dihadapkan pada administrasi yang berbelit-belit. Mengenai aturan agar lebih melindungi TKI, pada intinya hukum di negara manapun akan sama. Semua akan berpihak kepada yang lemah dan yang benar. Semua hukum agama adalah sama. Mereka akan berpihak pada penerapan kasih. Sekarang, dengan rendah hati dibutuhkan pengakuan bahwa kita memang salah. Tidak memiliki kemampuan untuk melindungi sesama warga kita yang telah memeras darahnya di negeri orang. Mengakui kelemahan kita karena fokus kita sangat kecil dalam mengurangi penerapan kekerasan pada TKI. Evaluasi dan bertindak tegas supaya setiap nyawa dari Pahlawan Devisa Indonesia, menjadi berharga di mata siapa saja dan di mana saja. Karena bila masalah ini masih saja berlarut-larut, TKI tidak lagi layak disebut sebagai pahlawan devisa tetapi tumbal devisa.

 SARAN : Untuk pemerintah
Masalah utama TKI adalah mengenai perlindungan hukum, oleh karena itu sudah sepantasnya pemerintah meningkatkan perlindungan hukumnya kepada para TKI yang tertimpa masalah hukum di Luar Negeri. Pejabat-pejabat yang menangani permasalahan hukum TKI di Luar Negeri mestinmya diisi oleh orang-orang yang berkompeten, yang pintar melobi, serta paham akan hukum-hukum yang berlaku di Indonesia serta di luar negeri.
Untuk masayarakat
Tetapi tidak pantas dan tidak bijak jika hanya mengkritik pemerintah atas berbagai masalah yang ada. Tentu peran aktif setiap warga negara untuk sama bergandengan tangan menangani masalah akan membuat beban semakin ringan

WAWASAN NUSANTARA



Wawasan Nusantara

A. Pengertian dan sejarah singkat timbulnya wawasan nusantara
 1. Pengertian Wawasan Nusantara
                  Istilah wawasan nusantara berasal dari kata wawas yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan inderawi.
Istilah wawasan berarti cara pandang, cara tinjau, atau cara melihat.
Sedangkan istilah nusantara berasal dari kata “nusa” yang berarti pulau-pulau, dan “antara” yang berati diapit di antara dua hal.
Secara unum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya.
Wawasan nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia  tentang diri dan lingkungannya berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.

B. Hakekat  Wawasan  Nusantara
            Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
            Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.

C. Fungsi Wawasan Nusantara
            Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam pembentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

D. Tujuan Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak. Nasionalisme yang tinggi di segala bidang kehidupan demi tercapainya tujuan nasionali tersebut merupakan pancaran dari makin meningkatnya rasa, paham, dan semangat kebangsaan  dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.


OPINI :

Manusia diciptakan oleh yang maha kuasa sebuah pikiran,perasaan yang luar biasa,dengan adanya pikiran dan perasaan tersebut manusia harus dapat  bersikap, bertindak, dan berfikir yang disalurkan dengan adanya wawasan nusantara   sesuai  akal sehat, dan norma –norma yang berlaku ,untuk rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
Wawasan Nusantara merupakan cara pandang suatu negara terhadap segala aspek yang dimiliki negara tersebut, baik dari diri negara itu sendiri maupun lingkungannya serta pembangunan di tengah-tengah lingkungannya baik nasional, regional, maupun global. Menurut saya  perlu kiranya diadakan pembelajaran sejak dini  agar dapat menjaga makna dan hakikat dari wawasan nusantara yang tercermin dari perilaku – perilaku sehari hari misalnya ikut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan
Serta wawasan nusantara dapat dijadikan dasar hukum yang kuat mengenai batas kedaulatan negara Indonesia.