PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TKI
Banyaknya TKI yang mencari penghidupan di luar negeri
rupanya juga menjadikan para TKI tersebut sering mengalami perbuatan hukum,
mulai dari yang melakukan pelanggaran hukum, tuduhan pelanggaran hukum,
sampai kepada yang hak-hak hukumnya dilanggar oleh majikannya di luar negeri. Permasalahan
hukum yang dihadapi TKI di luar negeri dilatari oleh berbagai macam faktor,
namun secara umum faktor itu disebabkan oleh dua latar belakang, yang pertama
faktor permasalahan yang dibawa dari dalam negeri (Indonesia), dan yang kedua
faktor yang muncul setelah bekerja di luar negeri. Faktor yang pertama bisa
berupa dokumen keimigrasian dan syarat-syarat jadi TKI yang tidak dilengkapi
sewaktu mau berangkat jadi TKI, dan Faktor yang kedua merupakan permasalahan
hukum antara TKI dengan majikannya atau antara TKI dengan penduduk di negara
tempat ia bekerja, misalnya penganiayaan oleh majikan, hak-hak TKI yang
dilanggar, maupun perbuatan pidana yang dilakukan oleh TKI itu sendiri di
negera tempatnya bekerja.
Selama berada di luar negeri, bahkan
ketika masih berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri,
ada kalanya sebagian dari TKI menghadapi masalah yang merugikan TKI tersebut.
Permasalahan TKI yang bersumber di dalam negeri sangatterkait dengan
pelaksanaan regulasi, mulai soal rekrutmen TKI di bawah umur, dokumen diri
palsu, pendidikan yang rendah dan hal teknis lainnya.
Kekacauan pengiriman TKI merupakan
kesalahan banyak pihak, sebagian oknum aparat Pemerintah RI yang mempraktikkan
KKN di bidang pengiriman TKI, sebagian oknum PJTKI yang kurang bertanggung
jawab atas kesejahteraan dan keselamatan TKI dan lebih mementingkan keuntungan.
Di lain pihak, oknum-oknum di Malaysia ada yang melindungi dalam perekrutan TKI
ilegal. Alasannya, gaji TKI ilegal lebih murah, mudah ditakut-takuti dan
diperas. Bila ada TKI yang tidak tunduk, akan dilaporkan kepada polisi negara
setempat.
Berdasarkan analisis penulis dari
berbagai berita yang dimuat di media massa, ada dua negara dimana TKI sering
mengalami permasalahan hukum yaitu di Saudi Arabia dan di Malaysia.
Permasalahan hukum yang dihadapi oleh para TKI tersebut mulai dari permasalahan
dokumen keimigrasian (TKI ilegal), hak-hak TKI yang dilanggar oleh majikan
sampai kepada tuduhan perbuatan pidana terhadap TKI. Sudah banyak TKI yang
dituntut ke sidang pengadilan oleh pihak yang berwajib di negara TKI tersebut
bekerja bahkan tidak jarang ada yang sampai dituntut dengan hukuman pancung.
Kesewenang-wenangan dari majikan
juga sering dialami oleh para TKI seperti penganiayaan, pemerkosaan bahkan sampai
kepada pembunuhan. Aparat negara tempat TKI bekerja juga sering berbuat
sewenang-wenang terhadap para TKI, baru-baru ini kita dengar adanya tiga orang
TKI yang ditembak mati oleh aparat Kepolisan Diraja Malaysia tanpa ada proses
hukum terlebih dahulu ke sidang pengadilan, bahkan ironisnya diduga telah
terjadi pengambilan beberapa bahagian organ tubuh dari korban penembakan
tersebut. hal-hal seperti inilah sedikit contoh kasus yang dialami oleh para
TKI di Luar Negeri.
Pemerintah Negara Indonesia
sebagai penyelenggara pemerintahan sesungguhnya memilki kewajiban untuk
melindungi warga negaranya sebagaimana diamanhkan oleh UUD 1945 dan Peraturan
Perundang-Undangan dibawahnya. Berikut ini akan di uraikan bagaimana ketentuan
perlindungan hukum dari negara terhadap TKI yang bekerja di luar negeri.
Mengesampingkan berbagai
kasus mengenai penganiayaan atas TKI yang sudah terjadi. Di Indonesia telah
disusun dalam bentuk undang-undang yang memuat regulasi penempatan TKI. Sudah
terdapat ketentuan yang jelas, meskipun fakta dilapangan masih terdapat
berbagai pelanggaran. Adapun dilakukannya penempatan TKI keluar negeri
merupakan upaya dalam menanggulangi minimnya lapangan kerja di Indonesia.
Tujuan dari program tersebut adalah :
- Upaya penanggulangan masalah pengangguran.
- Melakukan pembinaan, perlindungan dan memberikan berbagai kemudahan kepada TKI dan Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).
- Peningkatan kesejahteraan keluarganya melalui gaji yang diterima atau remitansi.
- Meningkatkan keterampilan TKI karena mempunyai pengalaman kerja di luar negeri.
- Bagi Negara, manfaat yang diterima adalah berupa peningkatan penerimaan devisa, karena para TKI yang bekerja tentu memperoleh imbalan dalam bentuk valuta asing.
Namun dibalik tujuan dan manfaat yang didapatkan
penempatan TKI ke luar negeri juga mempunyai efek negatif. Dengan
adanya kasus kekerasan fisik/psikis yang menimpa TKI baik sebelum,
selama bekerja, maupun pada saat pulang ke daerah asal. Munculnya kepermukaan
banyak masalah TKI yang bekerja di luar negeri semakin menambah beban persoalan
ketenagakerjaan di Indonesia. Ketidakadilan dalam perlakuan pengiriman tenaga
kerja oleh Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPJTKI), penempatan
yang tidak sesuai standar gaji yang rendah karena tidak sesuai kontrak kerja
yang disepakati, kekerasan oleh pengguna tenaga kerja, pelecehan seksual,
tenaga kerja yang illegal (illegal worker).
Ada beberapa penyebab terjadinya
ketidakamanan yang diderita oleh para TKI, khususnya para Pembantu Rumah Tangga
(PRT), yaitu:
- Tingkat pendidikan TKI di luar negeri untuk sektor PRT yang rendah
Kondisi ini kurang memberikan daya tawar (bargaining
position) yang tinggi terhadap majikan di luar negeri yang akan
mempekerjakannya. Keterbatasan pengetahuan tersebut meliputi tata kerja dan
budaya masyarakat setempat.
Tingkat pendidikan juga berpengaruh
terhadap penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya tempat TKI
bekerja. Sebagai TKI, bukan hanya bermodal skill atau keahlian teknis
semata tetapi juga pemahaman terhadap budaya masyarakat tempat mereka bekerja.
Karena kualitas tenaga kerja dan pendidikan selalu memiliki keterkaitan.
Sinergisme tersebut bagi TKI, khususnya yang bekerja di luar negeri masih
kurang. Hal ini terbukti dari hasil survey yang dilakukan oleh The
Political and Economic Risk Consultancy yang memosisikan kualitas
pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12 setelah Vietnam dengan skor
6.56.
- Perilaku pengguna tenaga kerja yang kurang menghargai dan menghormati hak-hak pekerjanya
Karakter keluarga atau majikan yang keras
acapkali menjadi sebab terjadinya kasus kekerasan. Hal ini terjadi karena
perbedaan budaya, ritme atau suasana kerja yang ada di negara tempat TKI
bekerja. Posisi TKI yang sangat lemah, tidak memiliki keahlian yang memadai,
sehingga mereka hanya bekerja dan dibayar.
- Regulasi atau peraturan pemerintah yang kurang berpihak pada TKI di luar negeri, khususnya sektor PRT
Hukum yang berlaku di daerah tujuan
penenmpatan TKI yang kurang memberikan perlindungan. Hal ini sudah jelas
terlihat dengan maraknya kasus penganiayaan yang terjadi terutama pada PRT.
Ketika terjadi masalah para TKI harus mengadu dulu pada duta besar negara
Indonesia atau ketika sudah disorot oleh media baru ada respon untuk melindungi
hak mereka.
Hal yang selama ini dipertanyakan mengenai
perjanjian tertulis antara Indonesia dengan negara tujuan karena banyaknya
kasus penganiayaan yang masih terjadi. Hal tersebut ternyata telah diatur dalam
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur tentang penempatan TKI di
luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah
membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara
tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja
asing..
Padahal di dalam pasal 80 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Perlindungan selama masa penempatan TKI di
luar negeri dilaksanakan antara lain:
- Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;
- Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Mengenai hak-hak para buruh migran Pasal 8
Undang-undang nomor 39 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap calon TKW/TKI
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:
- bekerja di luar negeri;
- memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri;
- memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
- memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya;
- memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan;
- memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
- memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri;
- memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;
Untuk lebih memperketat pengawasan
pemerintah maka ada beberapa larangan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2004, yaitu:
- Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri. (Penjelasan Pasal 4)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain. (penjelasan Pasal 19)
- Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. (Pasal 30)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI. (Pasal 33)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja. (Pasal 45)
- Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan dilarang untuk dipekerjakan. (pasal 46)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi. (Pasal 50)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN. (Pasal 64)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. (Pasal 72)
- Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. (Penjelasan Pasal 72)
Selain itu ada beberapa ketentuan pidana terhadap
pelanggaran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, yaitu:
Pasal 102
(1) Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang:
- menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri (Pasal 4)
- menempatkan TKI tanpa izin (Pasal 12)
- menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan (Pasal 30)
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 103
(1) Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:
- mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI (Pasal 19)
- mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain (Pasal 33)
- melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan (Pasal 35)
- menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja (Pasal 45)
- menempatkan TKI yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, psikologi (Pasal 50)
- menempatkan calon TKW/TKI yang tidak memiliki dokumen (Pasal 51)
- menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi (Pasal 68)
- memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di penampungan (Pasal 70 ayat (3)
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 104
(1) Dipidana dengan pidana kurungan paling
singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah), setiap orang yang:
- menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha (Pasal 24)
- menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari Menteri (Pasal 26 ayat (1))
- mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan, pelatihan (Pasal 46)
- menempatkan TKI di luar negeri yang tidak memiliki KTKLN (Pasal 64)
- tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen (Pasal 67)
(2) Tindak pidana pada ayat (1) merupakan tindak
pidana pelanggaran.
Namun dibalik semua regulasi yang ada,
meski sudah diberikan sarana hukum tetapi tetapdalam penegakannya tidak
berjalan sebagimana mestinya. Sesuai Teori Laurent Friedman, bahwa hukum
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya karena :
- Persoalan Substansi, aturan yang belum jelas.
- Struktur, aturan sudah baik tetapi penegakannya tidak karena masalah pada aparat hukumnya.
- Kultur, budaya dari masyarakat yang tidak sama, tidak hanya dari salah satu pihak.
Akhir-akhir ini maraknya
kasus yang bermunculan yang menimbulkan gejolak hingga ke Istana Negara. Dari
segi formal dan persoalan di negara tempat TKI tinggal, adalah tugas hukum
kedutaan dan Kementrian Tenaga Kerja Dan Perempuan. Tetapi kenapa tidak
terlihat sama sekali pergerakannya dalam mengani masalah ini. Harusnya mereka
memberikan advokasi terdahap para TKI. Tidak terekspose sama sekali peran
kedutaan dan Kementerian Tenaga Kerja dan Perempuan menangani masalah tersebut.
Hinga Pak Presiden usul memberi telepon genggam/seluler atau yang sering
disebut Handphone (HP) ke setiap TKI yang berangkat, dengan tujuan agar mereka
dapat cepat melapor apabila sesuatu tidak dikehendaki terjadi pada diri mereka.
Apakah tidak dipikirkan apabila HP itu disita oleh majikan. Bahkan ada anekdot
yang menyatakan “mari kita berdoa agar majikan dari TKI tidak terbawa emosi
kemarahan yang mendalam dengan merampas HP itu dan melemparnya kembali ke
kepala TKI.” Selain solusi dari orang nomor satu di Indonesia tersebut terdapat
solusi-solusi lain, yang diantaranya :
- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengatakan bahwa TKI yang akan berangkat harus benar-benar memiliki ketahanan yang baik. Kalau tidak, maka jangan berangkat. (Go Show di RCTI, 20 Nov 2010).
- Ketua DPR RI mematok syarat supaya TKI tersebut dibekali Surat-surat Legalitas dan Surat-surat sertifikasi keahlian mereka. (Go Show di RCTI, 20 Nov 2010). Bisa disurvey, berapa jumlah TKI teraniyaya yang lulusan S1.
Dengan permasalahan yang dihadapi saat ini
apakah solusi tersebut bisa menjawabnya. Apabila memang HP tersebut tidak
disita dan tetap bisa dipergunakan oleh TKI diluar negeri. Dengan perlindungan
hukum dan asuransi sejak berangkat dari Indonesia. Ketika menjalani kontrak
kerja yang bertahun-tahun, banyak TKI yang ternyata setelah pulang ke negeri
pertiwi ini dengan tangan hampa bahkan sudah tidak bernyawa. Kita benar-benar
harus mencari solusi yang lebih efektif, efisien dan tentu relevan dengan
kondisi yang ada.
Mengenai solusi untuk memperketat filter
atau bahkan lebih ekstrim distop dalam pengurusan buruh migran pada para
penerima jasa TKI. Mengingat kondisi lapangan yang tidak mencukup dinegeri ini,
bukanalah solusi yang tepat. Berbicara tentang fakta, nilai kemampuan sesorang
itu lebih berharga di luar negeri daripada dalam negeri. Daripada memperketat
filter, apakah tidak lebih baik apabila lapangan pekerjaan di Indonesia saja
yang diperbanyak. Tentu akan mengurangi TKI, dengan kata lain mengurangi korban
insan pribumi yang akan dianiaya dan disiksa dinegeri orang. Karena meski
manusia takut dan percaya adanya Tuhan, itu tidak menjamin. Faktanya TKI
kebanyakan yang mendapat perlakuan kurang baik dari majikannya bekerja notabene
di negara dengan hukum agama terkuat. Dengan ketidaksempurnaan dalam
“maintains” TKI perlu diperhatikan kasus di Hongkong relatif lebih kecil angka
penganiayaan pada TKI. Jawabnya karena di Hongkong ada penerapan aturan yang
disiplin atas perbuatan yang menyalahi hukum.
Tetapi tidak pantas dan tidak bijak jika
hanya mengkritik pemerintah atas berbagai masalah yang ada. Tentu peran aktif
setiap warga negara untuk sama bergandengan tangan menangani masalah akan
membuat beban semakin ringan. Banyak hal yang harus dibenahi, karena sebenarnya
tidak ada yang bisa disalahkan. Baik para TKI maupun pemerintah, TKI memang
menjadi korban tetapi mereka juga tidak mau disiksa apalagi dianiaya. TKI hanya
ingin hidup layak dengan mencari sesuap nasi hingga ke negeri orang. Pemerintah
juga dalam hal ini sudah berusaha semampunya dan mereka juga tentu tidak kurang
berusaha. Usaha yang sudah dilakukan hanya belum menunjukkan hasil yang
maksimal.
Usaha dalam membenahi sebuah sistem perlu
dilakukan namun sistem dibuat oleh manusia juga yang hakikatnya demi
mendisiplinkan. Bertujuan membuat semua berjalan pada koridornya (on the
track). Untuk saat ini fokus kepedulian dan konsentrasi pada penyelewengan
sistem belum berimbang. Dibutuhkan seperangkat sarna hukum yang jelas sebagai
proteksi pengiriman TKW/TKI. Di situ harus ada tata aturan PJTKI dan tata
aturan TKI supaya jelas. Cenderung aturan yang ada sasat ini hanya dibuat oleh
PJTKI saja. Dalam mengurus segala dokumen sering dihadapkan pada administrasi
yang berbelit-belit. Mengenai aturan agar lebih melindungi TKI, pada intinya
hukum di negara manapun akan sama. Semua akan berpihak kepada yang lemah dan
yang benar. Semua hukum agama adalah sama. Mereka akan berpihak pada penerapan
kasih. Sekarang, dengan rendah hati dibutuhkan pengakuan bahwa kita memang
salah. Tidak memiliki kemampuan untuk melindungi sesama warga kita yang telah
memeras darahnya di negeri orang. Mengakui kelemahan kita karena fokus kita
sangat kecil dalam mengurangi penerapan kekerasan pada TKI. Evaluasi dan
bertindak tegas supaya setiap nyawa dari Pahlawan Devisa Indonesia, menjadi
berharga di mata siapa saja dan di mana saja. Karena bila masalah ini masih
saja berlarut-larut, TKI tidak lagi layak disebut sebagai pahlawan devisa
tetapi tumbal devisa.
SARAN : Untuk pemerintah
Masalah utama TKI adalah mengenai perlindungan hukum,
oleh karena itu sudah sepantasnya pemerintah meningkatkan perlindungan hukumnya
kepada para TKI yang tertimpa masalah hukum di Luar Negeri. Pejabat-pejabat
yang menangani permasalahan hukum TKI di Luar Negeri mestinmya diisi oleh
orang-orang yang berkompeten, yang pintar melobi, serta paham akan hukum-hukum
yang berlaku di Indonesia serta di luar negeri.
Untuk masayarakat
Tetapi tidak pantas dan
tidak bijak jika hanya mengkritik pemerintah atas berbagai masalah yang ada.
Tentu peran aktif setiap warga negara untuk sama bergandengan tangan menangani
masalah akan membuat beban semakin ringan